Refleksi Hari Perempuan Internasional



Aku akan berangkat dari hal paling sederhana dalam memandang momentum ini. Sebuah alasan mendasar kenapa kita harus bergerak bersama dalam isu-isu seperti ini. Barangkali yang dipahami oleh orang-orang banyak soal gerakan perempuan adalah soal kesetaraan gender, persamaan antara hak-hak lelaki dan perempuan. Padahal jika berbicara tentang hak-hak perempuan cakupannya sangat luas. Apa-apa yang ita suarakan sebetulnya bukan karena kita perempuan atau kita laki-laki, tetapi karena kita adalah manusia. Bagaimana memperlakukan manusia yang satu dan yang lainnya dengan tidak membeda-bedakan apapun. Bagaimana memperlakukan manusia seperti manusia. Pemahaman paling mendasarku tentang gerakan-gerakan perempuan adalah bagaimana kita menyadari bahwa diri kita adalah seorang individu. Kita mempunyai kehendak bebas dalam menentukan kehidupan kita. Badan kita adalah milik kita, pikiran kita sepenuhnya milik kita, dan jalan hidup kita adalah apa yang kita tentukan sendiri.

Kata-kata di atas mungkin terlihat dan terdengar sangat sederhana, tetapi sungguh memiliki makna yang cukup dalam. Perempuan saat ini seharusnya sudah betul-betul menyadari bahwa mereka memiliki hak yang sama dengan siapapun sebagai individu. Seharusnya sudah tidak ada lagi anak-anak perempuan yang membatasi dirinya sendiri untuk mewujudkan mimpi dengan alasan hanya karena dia perempuan. Berbagai sekat-sekat yang tercipta karena konstruksi sosial telah berhasil membatasi perempuan bahkan dalam berkarya. Selain itu, budaya patriarki yang sudah mengakar dalam masyarakat kita sungguh telah membuat perempuan seringkali menjadi pihak yang dirugikan. Perempuan seringkali menjadi objek dan dipandang sebelah mata. Hal itu sangat sering terjadi di kehidupan kita sehari-hari namun seringkali tidak kita sadari. Gurauan-guraun seksis yang sebetulnya adalah bentuk kekerasan verbal pada perempuan kemudian menjadi sesuatu yang wajar dan dianggap biasa. Victim blaming, menyalahkan perempuan atas kejadian yang menimpanya bahkan masih sangat-sangat wajar dalam masyarakat kita. Ketika perempuan menjadi korban perkosaan yang disalahkan kemudian adalah pakaiannya, perempuan menjadi korban kekerasan yang disalahkan sifat lemahnya yang tidak mampu melawan, perempuan tidak cakap dalam sebuah pekerjaan yang disalahkan lagi-lagi adalah karena dia terlahir sebagai perempuan. Dan celakanya kita malah terus mewariskan kebodohan-kebodohan seperti ini bahkan setelah banyaknya masyarakat Indonesia yang dapat mengecap pendidikan tinggi serta mudahnya akses untuk membaca buku.

Hal di atas tentu baru sebagian kecil dari permasalahan-permasalahan yang menimpa perempuan. Teman-teman di Pontianak, tentu kalian pernah mendengar berbagai kasus pembunuhan maupun bunuh diri yang terjadi atas nama cinta. Pada malam tahun baru 2018 kemarin, adik perempuan kita menjadi korban dari kekerasan dan kebodohan atas nama cinta. Ia dibunuh mantannya sendiri dengan alasan yang sangat sederhana (cemburu). Silakan kalian cari sendiri beritanya di internet. Menurutku kasus-kasus semacam itu adalah hal yang sangat-sangat memprihatinkan. Betapa kurangnya kesadaran dan pemahaman kita tentang kekerasan, tentang apa yang wajar dan tidak wajar dalam sebuah hubungan telah berdampak sangat fatal seperti itu. Adik-adik kita yang duduk di bangku sekolahan yang seharusnya memiliki masa depan yang cerah kemudian mati sia-sia karena kurangnya kesadaran kita untuk sama-sama mengedukasi dan peduli pada sekitar kita.

Ah belum lagi jika berbicara tentang ibu-ibu petani di pedalaman Kalimantan Barat yang setiap harinya harus berjuang hidup karena penindasan berkepanjangan yang ditimbulkan oleh konflik-konflik agraria di tanah Borneo ini (lain kali aku akan bikin postingan soal ini). Sungguh hal-hal seperti itu sangat nyata terjadi di tanah kita, tetapi sangat sedikit dari kita yang mengetahui apalagi sampai menyadarinya. Kita telah dibutakan oleh kehidupan kota dan rutinitas yang memaksa kita semakin hari semakin menjadi kapitalis. Kita telah disibukkan untuk mengurusi dosa dan pahala orang lain ketimbang memperjuangkan keadilan dan hak-hak saudara kita yang jadi pesakitan. Kita telah terlena oleh sekat-sekat yang membedakan aku dan kau hanya karena status sosial bernama suku dan agama. Parahnya orang-orang yang mengenyam pendidikan layak di negeri ini pun seringkali menjadi dalang dan memperpanjang pembodohan.

Aku hanya berharap, setiap individu yang telah menyadari betapa pentingnya memanusiakan sesama manusia tidak akan pernah tinggal diam dengan segala bentuk penindasan serta ketidak adilan yang terjadi di sekelilingnya. Kita yang sadar, wajib untuk tetap menjaga kewaran dan wajib untuk menularkan kesadaran itu kepada orang-orang terdekat kita. Aku sungguh tahu hal itu sangat-sangat tidak mudah. Masyarakat kita adalah masyarakat yang telah terlanjur dibuai oleh stigma-stigma yang berlaku umum di masyarakat hingga ketika berbeda akan menjadi sangat menakutkan. Tetapi tentu kita tidak boleh berputus asa, apa-apa yang kita lakukan, semangat baik yang kita tularkan tidak akan pernah sia-sia. Teruslah melawan apa-apa yang seharusnya dilawan. Teruslah membaca untuk menjaga kewarasan. Dan teruslah menebarkan semangat baik itu pada orang-orang di sekeliling kita.
Selamat hari perempuan internasional. Kita tidak pernah minta dilahirkan sebagai perempuan atau laki-laki. Bahkan kita tidak pernah minta untuk dilahirkan sama sekali. Tetapi menjadi perempuan adalah sebuah anugerah luar biasa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Hidup perempuan-perempuan Indonesia yang bangkit melawan !
Panjang umur perlawanan !
Panjang umur semangat baik !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernahkah Kau Merasa dipeluk Oleh Sebuah Lagu ?

Jurnal Harum #2 Bertemu di April ; banyak hal yang layak ditinggalkan

Jurnal Harum #1 layaknya menyapa sahabat pena