Jurnal Harum #2 Bertemu di April ; banyak hal yang layak ditinggalkan

Hai teman-teman.

Senang sekali rasanya dapat kembali menyapa kalian di #jurnalharum. How's your life ? How's your family, your dream ? Is it everything okay ?  Ya aku ingin memulai #jurnalharum 2 ini dengan pertanyaan di atas, karena sejujurnya pertanyaan serupa dari seorang temanku (yang jauh di mata namun dekat di jiwa) lah yang menggerakkan kakiku siang ini untuk menepi ke bangku sudut di kedai kopi tempat biasa aku bekerja untuk kembali menulis #jurnalharum. Bagaimana Q1 nya kak ? Apakah berat atau justru dipenuhi hal-hal yang indah ? Begitu katanya. Pertanyaan itu kemudian membuatku berusaha untuk merangkum kejadian dan perasaan yang kualami selama 3 bulan belakangan.

But well sebelum itu, aku berharap 3 bulan pertama di 2023 berjalan dengan cukup baik untukmu ya dan semoga kamu juga diberikan kekuatan, keberanian dan cukup tangguh untuk menghadapi bulan-bulan berikutnya.

Sejujurnya sejak memasuki bulan Januari aku sudah cukup pesimis dengan bulan-bulan berikutnya ya. Karena ada banyak hal yang kupikir tidak sanggup aku lewati. Ada beban dari kejadian di masa lalu yang harus aku tanggung sendiri baik secara psikologis maupun fisik. Aku sempat sangat takut karena mungkin saja tidak bisa melewati hari-hari berat itu seorang diri. Namun ternyata, heiiii kita bertemu di April. Januari hingga Maret yang kupikir akan terasa seperti neraka itu kini sudah lewat.
Ada sebuah qoutes atau puisi (entahlah) yang kutemukan di instagram, kira-kira bunyinya begini,

Nyatanya kita telah melewati hari-hari yang kita pikir tidak sanggup kita lewati

Kalimat itu selalu datang kembali menemuiku saat kudapati diriku nyatanya masih utuh dan baik-baik saja setelah semua pengkhianatan, rasa sakit, kesia-siaan dan segala hal yang kupikir berhasil dicuri oleh orang lain dariku namun ternyata tidak. Oke mungkin kejadian-kejadian buruk yang kita alami di masa lalu akan tetap membekas, menjelma goresan tak terlihat di tubuh yang akan kita bawa seumur hidup kita. Namun luka dan goresan itu tidak boleh memengaruhi masa depan kita. Aku mungkin akan tetap hidup dengan rasa sakit di masa lalu namun aku memilih untuk mengelola rasa sakit itu degan lebih baik, karena tentu saja kita semua berhak untuk berbahagia saat ini dan nanti.

Tentu saja aku belum berhasil seutuhnya karena proses sembuh adalah proses yang akan dijalani seumur hidup. Ada malam-malam penuh tangisan yang dilalui seorang diri, ada gangguan kecemasan yang akhirnya jadi bagian dari keseharian, ada proses tegar dan jatuh yang bolak balik dialami. Namun aku tumbuh dan berproses. Aku senang aku mampu memahami diriku berada dalam perjalanan ini dan senang bisa membagikan proses ini dengan kalian meskipun hanya sekilas yaa. Setidaknya kita sama-sama tau kalau it's okay to be not okay dan penting untuk mengakui serta menerima perasaan-perasaan itu.



Ohya, Januri-Maret pun ternyata membawa banyak hal-hal yang baik dan indah. Tahun in aku sangat senang karena dapat kembali terhubung dengan teman-teman perempuan pekerja seni lewat beasiswa Sekolah Pemikiran Perempuan (SPP) tahun 2023. Kelas SPP sudah berlangsung sejak Januari kemarin hingga bulan Mei nanti. Pertemuan SPP dilakukan setiap hari sabtu sesuai dengan modul dan silabus yang sudah disusun oleh para pengampu. Sebelum belajar dan berdiskusi di kelas, kami diberikan bahan bacaan maupun video untuk membantu kami lebih memahami materi di kelas. Jujur, aku selalu menantikan hari sabtu tiba karena hari itu akan menjadi hari yang kontemplatif, hangat dan biasanya penuh dengan semangat baik. Aku akan bercerita lebih spesifik tentang SPP di episode khusus yaa, karena pengalaman berada di kelas yang sangat inklusif seperti itu harus dibagikan kepada banyak orang.

Di Januari-Maret dan April juga aku belajar (lagi) untuk melepas dan ikhlas :) 
Aduh ini susah banget sih. Di awal tahun aku sempat apply beasiswa lagi untuk belajar kepemimpinan (iyaa nama program beasiswanya Bekal Pemimpin). Awalnya aku senang sekali karena lolos tahapan essai dan dapat kesempatan untuk wawancara. Aku bahkan sudah menandai tanggal-tanggal penting untuk menyesuaikan jadwal kelas itu dengan pekerjaanku. Literally aku sudah siap harus jungkir balik bekerja-ikut program-kegiatan volunteer di bulan-bulan berikutnya. Namun ternyata, beberapa hari lalu aku mendapat email bahwa aku belum lolos sebagai salah satu peserta. Aku sempat bertanya-tanya kenapa aku ga lolos ? Aku kurangnya di mana ? Ya pertanyaan-pertanyaan denial begitulah.

Sampai akhirnya di suatu malam yang baik, saat sedang menatap langit malam dari atap rumah temanku. Seorang teman berceletuk "ga semua hal layak diperjuangkan, banyak juga hal-hal yang layak ditinggalkan" oh iyaa yaa kenapa ga kepikiran juga kayak gitu yaa. Mungkin konteksnya berbeda, tapi aku merasa cukup relate dan tertampar (biar sadis) oleh perkataan itu. Mungkin saja ya, aku sebenrnya terlalu memaksakan keadaan. Sebenarnya aku juga tidak begitu yakin bisa benar-benar menyeimbangkan waktu antara program itu dengan pekerjaan. Mungkin saja jika aku mengikuti program itu, kualitas hidupku justru menurun karena harus sat set terbang dan travel kesana kemari dengan kondisi mental yang kadang kayak rooler coaster juga ya. 

Kadang kita terlalu takut untuk merelakan mimpi kita, meninggalkan sesuatu atau seseorang yang kita pikir kita butuhkan dalam hidup ini, meskipun kehadiran hal itu justru malah membuat kualitas hidup kita menurun.


Aku teringat suatu malam, aku terbangun karena kesulitan tidur setelah kepanasan dan digigit oleh nyamuk-nyamuk hutan. Apa ini hidup yang aku inginkan ? Mungkin dari pilihan karier, relationship dan segala hal yang secara sadar kita bawa masuk ke dalam hidup kita itu kita mendapatkan banyak hal juga yaa tapi seharusnya ketika kita mengijinkan pilihan itu untuk hidup kita setidaknya kita harus bisa meyakinkan diri kalau pihan itu tidak menurunkan kualitas hidup kita.


Gini biar lebih clear, jadi setiap kita akan menambah sesuatu ke dalam hidup kita entah itu sesorang (relationship, pasangan), pekerjaan baru, kegiatan volunteer yang akan menyita energi kita juga setidaknya pastikan itu tidak menurunkan kualitas hidup kita.

Itu mungkin bisa jadi langkah mitigasi yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan hidup kita haha. Tapi kalau udah kejadian gimana ? Setidaknya belajar buat bisa melepas satu persatu. Karena tangan yang sudah penuh tidak akan sanggup menerima. Patah tumbuh hilang bergati, belajar melepas untuk menyambut yang lebih baik datan lagi.


Sebab tangan yang penuh tidak akan sanggup lagi menerima


Mungkin setelah menulis jurnal ini ada beberapa hal yang aku pertimbangkan kembali untuk kujalani. Mungkin aku akan memilih lebih memfokuskan energiku dan melepas beberapa hal yang sifatnya impulsif dan tidak berdampak baik untuk kualitas hidupku. Mungkin sudah waktunya kita menyadari bahwa begitu banyak hal yang layak ditinggalkan untuk menemui diri dan kehidupan kita yang lebih baik.

Sampai jumpa di #JurnalHarum berikutnya ya.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon dimaafkan lahir dan batin.





 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernahkah Kau Merasa dipeluk Oleh Sebuah Lagu ?

Jurnal Harum #1 layaknya menyapa sahabat pena