Rebel

Lelaki itu masih teguh dengan pendiriannya. Ia tidak akan pergi sebelum keinginan nya tercapai. Mata sendunya yang semakin layu sebab alkohol sudah menguasai gerak-geriknya semakin membuatku penasaran pada sosoknya. Jika ditatap lekat-lekat, mata itu bukan mata yang jahat. Mata itu adalah mata yang penuh kesedihan. Juga isi kepalanya, kata sebagian orang isi kepalanya penuh dengan pemberontakan. Tapi bagiku tidak, bagaimana bisa tidak setuju akan sebuah faham kemudian disebut memberontak. Tidak, dia mungkin memberontak, tapi dia begitu karena menjadi dirinya sendiri. Dia tidak salah, jika pandangan segala hal dalam dunia ini hanya tentang salah dan benar. Dia hanya menyampaikan kesedihannya dengan caranya sendiri. Cara yang tidak dapat dimengerti oleh semua orang. Sebuah pilihan hidup yang hanya diambil oleh orang-orang pemberani sepertinya.

Aku menatapnya lekat, dan lebih dekat dari sebelumnya. Aku mencoba mencari persamaan cara pandang orang-orang yang menghakiminya sebagai orang jahat. Tapi tetap saja, semakin lama aku menatapnya tanganku semakin tidak sabaran ingin  menyeka air mata yang ia sembunyikan dalam lakunya yang dingin, diamnya yang kejam, dan kata-katanya yang selalu bermakna peringatan bagi orang-orang itu.

Aku ingin memeluknya, ingin masuk ke dasar hatinya. Ingin mengeluarkan segala hal yang selama ini ia sembunyikan dalam dirinya yang banal. Aku ingin memeluk tubuhnya yang kering, kemudian berkata bahwa seburuk apapun dunia menghakimimu masih ada aku yang akan melihatmu dalam sisi gelapmu. Aku ingin berbuat banyak untuk mata yang menyimpan kepedihan mendalam itu. Tapi aku tak bisa. Dia selalu jauh di atasku, dia bukan aku yang bisa menyampaikan apa yang ku rasa begitu saja. Dia adalah dia dan aku tetap aku. Aku mengenalnya dengan persepsiku, dia tidak pernah tau aku mengenalnya sedalam itu. Dan kami masih tidak dapat bersatu karena keresahan kami sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernahkah Kau Merasa dipeluk Oleh Sebuah Lagu ?

Jurnal Harum #2 Bertemu di April ; banyak hal yang layak ditinggalkan

Jurnal Harum #1 layaknya menyapa sahabat pena