Sarjana (baru) yang haus


Belum sampai kurun waktu satu bulan aku melepaskan gelar mahasiswa dan menyandang gelar sarjana, perbedaan cukup drastis mulai aku rasakan. Perbedaan tersebut bukan berarti aku telah mendapatkan pekerjaan dan kemudian telah menjalani hidup dengan rytme baru atau apalah itu namanya. Perbedaan tersebut terletak pada perasaan, lebih tepatnya mungkin kadar stress mulai berkurang (sebelum menemukan stress yang baru). Kenapa demikian ? Barangkali ini sangat tidak penting untuk kalian, tapi aku hanya ingin membagi kisahku. Seminggu, dua minggu setelah lulus kuliah (meskipun masih harus revisi dan mengurusi tetek bengeknya) banyak diantara teman-temanku yang pada waktu lalu mengingatkan. “Kau pasti bingung setelah bangun tidur dan menyadari dirimu pengangguran.” “Kau pasti bingung setiap pagi, akan menghabiskan hari dimana.” Kalimat-kalimat serupa, pernyataan-pernyataan bahwa menjadi Sarjana akan memperpanjang barisan pengangguran adalah pernyataan yang paling banyak diungkapkan menjelang sidang atau memasuki semester akhir. Bisa difahami hal tersebut memang lazim terjadi, lantaran mencari pekerjaan tidak semudah memencet simbol love pada postingan instagram. Semua ada prosesnya dan semua proses ada tidak enaknya. Tentu saja demikian.
Tapi yang aku rasakan agak sedikit berbeda. Aku merasakan jiwa mudaku yang haus semakin haus. Aku merasakan waktu kosong yang dulunya sangat susah aku dapatkan kini adalah sebuah kesempatan berharga bagiku untuk melakukan banyak hal. Aku menemukan diriku ingin beajar banyak hal, ingin mencoba segala hal, ingin bepergian kesana-kemari, ingin melakukan hal-hal yang tak pernah sempat aku lakukan sebelumnya. Jiwa mudaku seakan melayang bebas menjadi aku yang benar-benar leluasa melakukan apapun (agak lebay yang ini mah). Rasa-rasanya memiliki waktu yang dapat kita atur sendiri adalah seperti memiliki waktu itu sendiri (bingung ya ? sama).
Well yang ingin aku sampaikan adalah, waktu luang tidak nyaris membuat kita hanya makan tidur dan repeat again everyday. Waktu luang karena pengangguran intelektual dapat digunakan untuk banyak hal, melakukan aktivitas me time, aktivitas sosial, belajar banyak hal, atau bahkan hanya menyambung silaturahmi dengan teman lama yang terlalu lama terabaikan. Intinya banyak hal positif yang bisa dilakukan, sembari menyusun rencana-rencana matang untuk kedepan (meskipun hal demikian bagi sebagian orang terbilang terlambat). Anggap saja masa peralihan ini adalah bonus waktu yang harus kita pergunakan sebaik-baiknya untuk melakukan hal-hal yang kita inginkan.
Terakhir, jangan jadikan lebel pengangguran intelektual memaksamu untuk tidak enjoy atau terlalu berusaha keras untuk memaksakan diri. Menurutku, kita berhak memilih dan mengatur kehidupan kita sendiri. Jika ada omongan demikian ? Terimakasih karena telah mengingatkan untuk tidak terlalu lama terlena, sebab tanggung jawab moral sudah menanti di depan sana.
Jadi, buat teman-teman yang bernasib sama denganku, mari enjoy, mari mengisi ulang energi untuk kehidupan yang lebih keras kedepannya.

Selamat menikmati masa pengangguranmu. Semoga hari-hari nganggurmu berfaedah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernahkah Kau Merasa dipeluk Oleh Sebuah Lagu ?

Jurnal Harum #2 Bertemu di April ; banyak hal yang layak ditinggalkan

Jurnal Harum #1 layaknya menyapa sahabat pena