Membaca dan Peduli


Sejauh ingatanku, pertalian pertamku dengan buku adalah ketika aku pertama kali pandai membaca (ya tentu saja -_-). Barangkali bisa dibilang begitu. Jatuh cinta pertamaku pada aksara adalah melalui cerita, lebih tepatnya dongeng. Aku masih ingat betul, kala itu aku sangat bersemangat menyambut mamaku sepulangnya dari pasar dan membelikan sekotak susu bubuk. Tentu yang ku nanti bukan susu bubunya, tapi hadiah dari membeli susu bubuk itu. Sejak itu aku senang mengumpulkan buku dongeng hadiah susu bubuk. Aku jatuh cinta pada cerita lewat susu bubuk.
Kemudian, penulis pertama yang ku kenal adalah Andrea Hirata. Lewat buku keempat dalam tetralogi laskar pelanginya – Maryamah Karpov, yang ku baca saat berada di kelas dua SMP. Sejak saat itu, aku menyadari kalau aku mulai suka membaca khususnya cerita. Saat SMA akses untuk mendapatkan buku yang layak baca dan menarik perhatian sangat-sangat terbatas. Aku tidak menemukan toko buku yang isinya menggugah selera baca selain buku-buku relegi maupun rohani yang terpajang toko buku tersebut. Maka kegilaanku semasa SMA adalah membaca majalah Gadis, hampir setiap edisinya aku punya.
Barulah saat kuliah di Pontianak yang adalah Ibu kota Provinsi aku menemukan toko buku yang menggugah selera –gramedia. Pada tahun pertama kuliah aku berkenalan dengan Darwis Tere Liye dan aku sangat menyukainya kala itu. Setelah bergabung bersama Lembaga Pers Mahasiswa Untan bisa dibilang referensi bacaanku menemui masa keemasannya. Aku berkenalan dengan karya-karya Dee Lestari, Pramoedya Ananta Toer, Seno Gumira Aji Dharma, Aan Mansyur, Tan Malaka, Eka Kurniawan, Leo Tolstoy, Haruki Murakami, Orhan Pamuk, dan masih banyak lagi. Aku merasa sangat bahagia karena kini bacaanku sangat beragam.
Puncaknya adalah saat bergabung dengan teman-teman di Komunitas Pecandu Buku. Aku mengenal Leila S. Chudori, Laskmi Pamundjak, George Orwel, dan aku mulai membaca Filsafat dari Dunia Shopienya Jostein Gaarder. Sangat mengagumkan, ketika aku tidak hanya menemukan tambahan referensi bacaan namun juga menemukan teman diskusi, meskipun jumlahnya tidak banyak (hanya bertiga di Pontianak).
Hal menakjubkan lainnya adalah, ketika aku yang pada saat itu memang cukup senang untuk membawa buku di dalam tasku, dengan alasan kalau ada waktu luang dan sedikit bosan aku akan melanjutkan bacaanku. Lewat kebiasaan itu dan dengan seringnya aku bertemu salah satu temanku di Kampus dengan membawa buku dan membicarakan buku, secara tidak sengaja aku mulai melihat teman-temanku yang penasaran. Mereka bertanya buku apa yang aku baca, siapa pengarangnya, bagaimana isi bukunya ? dan aku tentu saja dengan senang hati menjelaskannya. Lewat kebiasaan mengulas buku yang dibaca di medis sosial (instagram) yang aku dapat pula saat bergabung dengan komunitas Pecand Buku, aku mulai merasakan beberapa perubahan kecil disekelilingku. Mulai ada satu, dua, tiga, empat, lima kawan yang menemuiku untuk meminjam buku. Tentu aku sangat senang, campaign tidak sengajaku berhasil menarik orang terdekatku untuk mulai membaca buku.
Puncak kesenangan dalam menyebarkan minta membaca saat itu adalah saat dimana teman-teman Pecandu Buku sedang giat mengadakan lapak membaca buku di tempat umum. Tidak terkecuali di Pontianak, kami melakukan hal yang sama dengan keterbatasan sumberdaya manusia (Cuma 3 orang). Bak gayung bersambut, kami secara tidak sengaja menemukan sekelompok orang yang akan melakukan aktivitas serupa dengan kami. Kala itu mereka menamai dirinya Pontianak membaca. Maka mulailah kami bergabung melakukan lapak membaca buku di Taman Digulis. Minggu pertama kala itu, aku masih ingat betul tidak sampai sepuluh orang yang datang. Namun itu tidak menyurutkan semangat kami. Pekan berikutnya kami mengumpulkan lebih banyak orang untuk datang ke lapak kami. Dan alhasil ? Menakjubkan, sekitar 30 orang hadir dalam lapak kami yang kedua. Disitulah kemudian kami berkenalan dan bertukaran kontak. Demi Tuhan, pada saat itu aku merasa sangat bahagia dan berharap besar bahwa aktivitas kami akan berlanjut.
Namun seribu kali malang, entah apa saja yang membuat perkumpulan itu kemudian perlahan tidak melakukan aktivitas serupa lagi. Akhirnya aku dan kedua temanku melanjutkan lapak baca sendirian, namun kini juga tidak berlanjut. Karena masing-masing dari kami sibuk dan kenyataan bahwa kami hanya bertiga.
Akhirnya pada sepanjang tahun 2017 ini aku merindukan aktivitas serupa, aku ingin bergerak tapi merasa tidak berkawan. Lewat tulisan inilah aku ingin mengajak semua orang yang peduli dengan minat membaca di Pontianak khususnya untuk kembali merapatkan barisan, melanjutkan apa yang pernah kita lakukan. Tidak harus dengan membuka lapak baca di bundaran, karena sekarang Pemkot juga sudah menyediakan rumah baca di beberapa tempat umum. Kita bisa memulai dengan cara yang lain, berdiskusi, berbincang, berbagi, untuk kemudian melakukan aksi nyata yang apapun itu bentuknya. Poin utamanya adalah aku merindukan orang-orang yang tidak hanya gemar membaca tetapi juga peduli dan ingin berbagi. Betapa mirisnya ketika tanah borneo kita dipecah belahkan oleh isu sara dan media sosial mewariskan kebencian dimana-mana. Kabar hoax beredar dan membuat masyarakat awam begitu mudah percaya. Lantas siapa lagi yang bertanggungjawab atas hal ini kalau bukan orang-orang terpelajar, kaum muda yang masih idealis. Terlebih jika kita adalah orang-orang yang membaca banyak buku. Kita bertanggungjawab untuk peduli dengan sekitar, karena apa gunanya banyak baca buku kalau pada akhirnya kau bungkam melulu.
Belakangan ini aku meyakini satu hal bahwa semangat baik dapat dicetuskan bahkan ditularkan melalui apa saja. Salah satunya adalah dengan media sosial, dan melalui tulisan ini aku mengajak teman-teman untuk kembali peduli. Silahkan bergabung denganku jika kalian merasa ini penting, aku sangat yakin masih banyak teman-teman yang punya cita-cita yang sama denganku di Pontianak ini.
Pada akhirnya terimakasih sudah membaca, dan ditunggu atensinya :)))


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernahkah Kau Merasa dipeluk Oleh Sebuah Lagu ?

Jurnal Harum #2 Bertemu di April ; banyak hal yang layak ditinggalkan

Jurnal Harum #1 layaknya menyapa sahabat pena